Pengetahuan tentang partisi penting
untuk ahli farmasi karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu
farmasetik. Termasuk di sini pengawetan system minyak-air, kerja obat pada yang
tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh.Teori-teori tentang absorpsi,
ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partikel (Martin,Alfred. 1990). Kecepatan absorpsi obat sangat
dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen
dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan demikian obat-obat
yang mudah larut dalam lipida akan dengan melaluinya. Sebaliknya obat-obat
sukar larut dalam lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut
dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang besar,
sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien
partisi lipida air kecil. Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi
dan ikatan hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di
dalam lemak dibanding air (Sri,et al.
2011).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam
lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan
terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya.
Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang
dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan
demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang
bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
Koefisien partisi tiap zat adalah
tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. (Sarwoko, et al. 2005).
Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen.
Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding
air. Cl bersifat lipofil (+), sedangkan OH hidrofil ( -). Proses awal penentu
obat dalam mencapai target adalah penetrasi atau absorpsi. Penetrasi obat dalam
membran biologi tergantung pada kelarutan obat dalam lipid. Makin mudah larut
dalam lipid, obat tersebut makin mudah menembus membran dan makin banyak yang
diabsorp-si. Hal ini disebabkan sebagian besar membran biologi tersusun oleh
lipid, seperti membran sel pembungkus lambung, mukosa usus halus dan membran
jaringan sya-raf 5,6 Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non
polar atau lipofilik. Lipofilisitas obat dapat didefinisikan sebagai kadar
keseimbangan numerik kadar obat dalam fase polar dibagi kadar obat dalam fase
non polar.5,7 Adapun parameter lipofilisitas yang sering digunakan dalam
hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas bio-logi antara lain adalah
logaritma koefisien partisi, tetap-an pi (π) Hansch, tetapan fragmentasi F Nys
Rekker dan harga Rm.7 Ada beberapa metode analisis untuk menentukan
lipo-filisitas obat, yaitu secara spektrofotometri, kromato-grafi cair kinerja
tinggi (KCKT/HPLC), kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis fase terbalik
(RPTLC= reversed phase thin layer
chromatography). (Ratna,et al.
2009)
A.
Metode Penentuan Nilai
Logaritma Koefisien Partisi
Nilai
logarita koefisien partisi (log P) suatu senyawa dapat ditentukan secara
percobaan, dengan perhitungan teoritis cara Hansch, cara Rekker, dan cara
Hansch-Leo.
Ø
Penentuan Nilai
Logaritma Koefisien Partisi Secara Percobaan
Suatu senyawa yang dapat larut dalam dua pelarut yang tidak
saling campur maka senyawa akan terdistribusi kedalam fasa polar (misal : air)
dan fasa non polar (misal : oktanol, kloroform, karbontetraklorida). Setelah
tercapai kesetimbangan ternyata kadar senyawa dalam kedua pelarut tersebut
selalu tetap (pada suhu yang tetap) sehingga dapat ditentukan nilai koefisien
partisi adalah tetapan kesetimbangan suatu senyawa dalam system pelarut non
polar dan polar, yang secara logaritma
berhubungan dengan energy bebas.
Berikut adalah parameter-parameter yang termasuk ke dalam
parameter lipofilisitas :
koefisien
partisi (log P) merupakan salah satu sifat fisika kimia yang penting dalam
menggambarkan aktivitas biologis suatu senyawa. Koefisien partisi dapat digunakan
untuk menunjukkan kemampuan suatu molekul dalam menembus membran biologis yang
bersifat seperti halnya lapisan lemak (Hansch, et al, 1972). Koefisien partisi
digunakan dalam persamaan matematika yang mencoba menghubungkan aktivitas
biologis suatu obat dengan karakteristik fisika dan kimianya (Cairns, 2004).
Koefisien partisi dihitung melalui persamaan sbb:
P = Co/Cw
Co : Kadar bentuk molekul
obat dalam minyak (pelarut non polar )
Cw :
kadar bentuk molekul obat dalam air (pelarut polar)
Bila tidak ada interaksi antara zat dan pelarut, maka :
Co = Cm – Cw Cm : kadar zat mula-mula
Untuk senyawa yang terionisasi, pengaruh derajat ionisasi (α)
tidak boleh di abaikan.
P = Co/Cw
(1-α)
Nilai P senyawa sangat bervariasi dengan jarak yang sangat
besar, untuk memudahkan perhitungan biasanya digunakan dalam bentuk
logaritmanya (log P), sehingga :
Log P = log Co – log Cw
Untuk senyawa yang terionisasi,
Log P = log Co – log Cw (1-α)
Untuk mengitung nilai α dapat di cari melalui persamaan
Henderson-hesselbach sebagai berikut
pH = pKa + log Cj/Cu Cu
= (1- α) dan Cj = α
pKa : tetapan
ionisasi
Cu : kadar
bentuk molekul senyawa/bentuk yang tidak terionisasi
Cj :
kadar senyawa yang terionisasi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini,
antara lain:
·
Untuk senyawa yang
bersifat asam atau basa, di dalam air, perlu untuk didapar hingga diperoleh
99,9% senyawa dalam bentuk molekul tak terion. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui pKa-nya.
·
Senyawa harus stabil
dalam kondisi yang dipilih, dan tidak terjadi reaksi serta tidak mempengaruhi
analisis.
Pelarut yang bisa digunakan
sebagai fase lipid atau fase pelarut nonpolar ada berbagai macam yang bisa
digunakan. telah dijelaskan pelarut Oktanol lebih biasa digunakan. Alasannya
adalah karena Oktanol memiliki sifat yang mendekati sifat atau karakter dari
biomembran yaitu sukar larut dalam air, mempunyai gugus donor dan akseptor
ikatan hidrogen, tidak akan terjadi desolvatasi, tekanan uapnya sangat rendah,
dan toksisitasnya yang rendah. Selain itu, Oktanol juga bersifat transparan
serta cut off UV-nya
rendah.
Ø
Penentuan Nilai
Logaritma koefisien partisi Teoritis Cara Hansch-Fujita
Bagaimana
jika ingin mengetahui parameter lipofilik untuk senyawa yang masih dalam
rancangan dan belum disintesis?
Hansch dan
Fujita memiliki suatu sistem untuk menjawab persoalan tersebut. Keduanya mengembangkan
suatu metode untuk perhitungan sifat lipofilik senyawa dengan menyesuaikan
persamaan Hammet untuk lipofilisitas. Berikut adalah rumus perhitungannya:
Sistem Hansch dan Fujita ternyata kurang memuaskan karena
adanya beberapa alasan antara lain:
·
Tidak dapat digunakan
untuk menghitung log P senyawa yang memiliki bobot molekul rendah.
·
Nilai pi (H) yang
dikatakan = 0,00 diragukan.
· Faktor melipat
(folding) karena adanya dipol hanya berlaku pada momen dipol adanya
elektronegativitas X.
· Ada bukti bahwa
interaksi difenhidramin dengan model reseptor terikat dalam bentuk tidak melipat sehingga perhitungan log P
difenhidramin dainggap kurang mantap.
Ø
Penentuan Nilai
Logaritma Koefisien Partisi Teoritis Cara Rekker
Kemudian Nys dan Rekker (1973) menyelidiki sejumlah senyawa
dan melakukan analisis regresi, dan menemukan bahwa nilai lipofilisitas H pada
CH, CH2, CH3 serta substituen atom C jenuh tidak sama dengan 0,00 pada atom
H-nya, jadi atom H memiliki nilai juga. Dalam hal ini, mereka mengusulkan
parameter pengganti pi yaitu f sebagai bagian dari penusun struktur dari
seluruh fragmen. Dengan demikian perhitungannya untuk senyawa tertentu akan
menjadi seperti di bawah ini:
Penelitian untuk mendapatkan nilai lipofilisitas fragmen
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, dengan menyelidiki ribuan senyawa
yang mewakili berbagai jenis struktur. Jadi penelitiannya terus berkembang dan
diperbaiki. Pada tahun 1979, Rekker mempublikasikan tabel tetapan fragmen dan
dipublikasikan kembali oleh Rekker dan manhold (1992) setelah dilakukan
penyempurnaan.
Terdapat suatu paramater dalam perhitungannya yaitu Magic Constant (Cm) suatu
tetapan aneh yang digunakan untuk memperbaiki ketidaksesuaian antara log P
pengamatan dengan log P hitungan berdasarkan penjumlahan fragmen yang mana
bernilai 0,289. Dengan ini, persamaan penentuan Log P menjadi:
Berikut adalah ringkasan dari faktor Cm untuk beberapa
macam senyawa.
Ø
Penentuan Nilai
Logaritma Koefisien Partisi Teoritis Cara Hansch-Leo
Selain system hidrofobik fragmental dari Nys-Rekker, yang
kemudian di sempurnakan oleh Rekker-Mannhold, Hansh-Leo (1979)juga
mempublikasikan cara menghitung koefisien partisi dengan metode fragmen
menggunakan tetapan fragentasi f melalui persamaan berikut :
Dari berbagai metode penentuan log P di atas,tetapan
hidrofobik π Hansch-Fujita, tetapan F Rekker–Mannhold, dan tetapan f Hansch-Leo, pada umumnya di gunakan untuk
mencari hubungan kualitatif struktur dan aktifitas dari suatu turunan obat.
Tetapan π Hansch-Fujita lebih
baik di gunakan bila perubahan struktur senyawa induk hanya terjadi pada satu
gugus, sedang untuk perubahan struktur lebih kompleks lebih baik di gunakan
perhitungan dengan tetapan f Rekker-Mannhold atau tetapan f Hansch-Leo.
Karena banyaknya factor-faktor koreksi pada penentuan nilai
log P secara perhitungan, maka yang paling ideal adalah langsung menentukkan
log P secara percobaan. Nilai log P secara perhitungan pada umumnya digunakan
untuk studi hubungan kuantitatif struktur-aktivitas dari suatu turunan senyawa.
B.
Penentuan Lipofilitas
Dengan Metode Kromatografi
Ada
beberapa metode analisis untuk menentukan lipofilisitas obat, yaitu secara
spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC), kromatografi
gas dan kromatografi lapis tipis fase terbalik (RPTLC= reversed phase thin
layer chromatography). Metode RPTLC merupakan metode yang mempunyai beberapa
keuntungan, diantaranya sederhana, cepat, sampel yang digunakan sedikit dan
yang penting lagi adalah untuk senyawa-senyawa yang tidak mempunyai gugus kromofor
dapat dikerjakan. Adapun yang menjadi kendala faktor keberhasilan dengan metoda
RPTLC adalah pemilihan fase gerak atau eluen, campuran atau kombinasi serta
perbandingan jumlah campuran eluen yang digunakan dalam proses elusinya.
Metode
konvensional dikenal juga sebagai metode penggojogan, merupakan metode yang
membosankan dan cukup sulit terutama jika senyawa mempunyai kelarutan yang
sangat kecil (Boyce dan Milborrow, 1965). Boyce dan Milborrow (1965)
mengemukakan suatu metode sederhana, cepat dan banyak digunakan dewasa ini,
yaitu metode kromatografi lapis tipis sistem reverse phase (RPTLC), dengan
memanfaatkan hubungan antara koefisien partisi (π) dan harga Rf yang diperoleh
dari kromatografi partisi cair-cair. Silika gel yang dilapisi parafin cair digunakan
sebagai fase diam. Fase diam lain yang dapat digunakan adalah poliamida, dalam
hal ini parafin diganti dengan minyak silikon (Rekker, 1986)
Fase
gerak yang digunakan adalah campuran aseton-air atau pelarut organik lainnya
yang dapat campur dengan air seperti metanol dan etanol, kadang-kadang agar
lebih baik ditambahkan etilasetat. Fase gerak dijenuhi dulu dengan fase diamnya
yaitu parafin cair atau minyak silikon. Perbandingan antara pelarut organik dan
airnya tergantung lipofilisitas senyawa yang diselidiki, senyawa yang memiliki
lipofilisitas tinggi tidak dapat bergerak jika dielusi dengan fase gerak yang
mengandung konsentrasi air yang tinggi. Lempeng dikembangkan setelah sampel
ditotolkan, pengembangan dilakukan dengan teknik menaik sampai fase geraknya
mencapai jarak 15 cm dari tempat penotolan, setelah kering kemudian dideteksi
dan dihitung harga Rf-nya (Rekker, 1986).
Deteksi
dapat dilakukan mengunakan metode pembentukan senyawa yang memberikan reaksi
warna dengan gugus fungsional dari senyawa yang diselidiki, selain itu dapat
juga digunakan lampu ultraviolet untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti
aromatis. Selanjutnya log P dihitung dengan rumus :
log
P = log K + RM
Dimana, K = tetapan yang harganya tergantung sistem kromatografi
yang digunakan, RM=retention modified
Rm = log {(1/Rf)-1)}
Metode ini biasanya digunakan jika hanya tersedia sejumlah
bahan yang diselidiki dan apabila senyawa yang diselidiki diduga mengandung
bahan pengotor. Bahan pengotor dapat terlihat pada lempeng namun dapat
dibedakan dari bercak utama (Rekker, 1986).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar